Tertipu ke Baduy Dalam

Sabtu, 12 Desember 2015

Tidak ada komentar

#Semacam tertipu

Dulu pernah beranggapan kalau saya tidak akan pernah ikut kegiatan yang namanya naik gunung atau tracking, karena saya merasa termasuk tipe orang yang rempong, kayaknya barang yang mau dibawa itu banyak. Belum lagi kalau baju di dalam tasnya kusut, berarti harus bawa setrikaan karena saya anti banget sama baju kusut. Kalau naik gunung ntar pipis & mandinya gimana? tidur di tenda? apa ga bahaya tuh di hutan? Dan semua anggapan saya tersebut akhirnya terpatahkan setelah mengikuti open trip ke Baduy Dalam. Hmmm, bisa dibilang semacam "tertipu".

Saya ingat sekali waktu itu sedang bosan dengan rutinitas pekerjaan dan suasana kantor, pengen jalan-jalan tapi bingung juga mau sama siapa dan kemana, ditambah lagi tidak bisa jauh-jauh karena tanggal cuti sudah tidak bisa digeser. disini paling dekat sih pantai, tapi masa pantai lagi. Yah begitulah balada karyawan dan sekarang saya merasakan sekali betapa berartinya waktu. Disaat seperti itu, salah seorang teman kerja saya (Ecil) tiba-tiba ngechat dan mengajak ikut open trip ke Baduy Dalam. "Hmm, Baduy Dalam yah, kayaknya pernah dengar, dan sepertinya tempatnya dekat, masih sekitar Banten". Dan tanpa pikir panjang saya langsung menjawab "oke gw ikut cil ~~"

#Persiapan yang galau

Saya itu termasuk last minute girl, nyantai di awal trus rempong dan panik di akhir. Setelah diajak oleh Ecil, saya cuma yang "Yeah!! jalan-jalan" trus udah ga mikir apa lagi, yang penting hati udah mulai tenang haha. Dan ketenangan itu mulai memudar ketika dapat email dari pengurus open trip yang berisi ketentuan perjalanan, itinerary dan perlengkapan yang harus & sebaiknya dibawa. Melihat list peralatan yang harus dibawa, ada 3 item yang saya tidak punya yaitu sepatu gunung/sendal tracking, senter dan ponco/jas hujan. Yah, gimana nih, ga punya sepatu gunung ataupun sendal tracking, selama ini kalau ada jalan-jalan, saya pinjam sendal teman (ga modal banget). Kalau beli sepatu, kayaknya mahal, apalagi ntar juga jarang kepake karena saya bukan anak gunung. Setelah agak galau, akhirnya beli sendal tracking juga haha.

Mengenai senter, jujur ini agak lucu dan sedikit bikin terharu. Saat saya bilang ke teman tim di kantor kalau saya butuh senter tuk jalan-jalan, semuanya langsung heboh nawarin senter kantor, kebetulan di tim saya itu ada bagian material (semacam menyediakan material tuk di pabrik). "Pake senter ini aja, bagus loh" kata salah seorang teman, trus pas saya coba, "zzzz mana,,, ini cahayanya lemah"."Matiin dulu lampu ruangan" dan setelah lampu dimatiin "jeng jeng,,, mana mana ,,,,cahayanya yang mana??" -_- "atau yang ini aja mba" teman lainnya menawarkan senter ukuran besar ga nanggung2 udah kayak lengan transformer. Berbagai senter dikeluarkan, sayapun memilih sambil nanya harga senternya, biar nanti kalau hilang gantinya ga mahal amat xixi. Selain yang wajib ada juga list peralatan yang sebaiknya dibawa yang saya bingung kenapa ada item tersebut dalam list, yaitu sendok dan piring plastik. Daripada menuh-menuhin karena item tersebut, mendingan saya makan sama daun pisang.

Oh ya, saat cerita ke teman kantor kalau saya akan jalan-jalan ke Baduy Dalam, komentarnya pada aneh-aneh seperti : "wah, mba mau ke Baduy Dalam? hati-hati loh, jangan kasih tau alamat rumah ke orang Baduy, ntar disamperin", "bawa sarung! buat ke sungai" "Beneran mau ke Baduy? wuih,, mendingan baca-baca di internet dulu deh", "Disana gada listrik loh, jadi hati-hati kalau malam-malam". Untung saya tidak begitu terpengaruh dengan komentar mereka, paling ada sedikit yang bisa jadi masukan yaitu sarung,, wkwk.

H-1 sebelum berangkat, malamnya saya, Ecil dan seorang temannya ketemuan dulu untuk membicarakan mekanisme keberangkatan besok, Saat itu saya mulai membaca itinerary dengan sungguh-sungguh dan hingga terhenti pada bagian "13:30 Trekking seru Ciboleger-Baduy Dalam, 17:00 Check in homestay" "APAAA?? 13:30-17:00 ? itu ngapain yah, ga salah tuh? hmm,,, oh!! mungkin ini udah termasuk waktu ngaret dan sesi foto-foto" yah begitulah pikiran nyatai saya, plis dil,,, itu udah ditulis "trekking" dan saya sesungguhnya tidak mengerti dengan kata "trekking" secara aktual pada saat itu. Sejujurnya setelah membahas persiapan jalan-jalan dan mengingat komentar dari teman kantor, saya sempat galau, berangkat atau ga. Saya agak ga yakin soalnya backpackeran itu bukan saya banget, tapi butuh jalan-jalan dan udah bayar DP juga. Tapi akhirnya saya nekat ikut untuk mencoba pengalaman baru.

#Gelandangan di Rangkasbitung

Pagi-pagi kami tim cilegon (4 orang) sudah berkumpul di stasiun Cilegon di belakang Mesjid Agung (serius baru tau kalau ada stasiun disini). Sekitar jam 7 kita naik kereta dan sekitar jam 8.30 sudah tiba di stasiun Rangkasbitung, padahal anggota open trip lainnya yang berangkat dari jakarta baru nyampe jam 10.30. Sambil menunggu rombongan Jakarta kamipun keluar stasiun dan mencoba mengitari pasar terdekat untuk mencari sarapan.


Sekitar jam 10 kami kembali ke stasiun, sedikit terlantar di lantai stasiun sambil menunggu. Menitpun berlalu dan akhirnya bertemu dengan rombongan Jakarta. Rombongan dipandu oleh jasa open trip Kili Kili Adventure yaitu Mas Faizin selain itu ada Mba Mel, Mba Nur, Pak Nur Kholis, Pak Budi dan ada orang Malaysia ternyata yaitu Nick. Ditambah dengan rombongan dari Cilegon (Ecil, Dila, Mas Fitri dan Mas Timo) berarti total keseluruhan ada 10 orang. Setelah semuanya berkumpul, kita saling berkenalan secara singkat dan langsung berfoto bersama. Dari stasiun kami beranjak ke luar untuk melanjutkan perjalanan menggunakan angkot, yah alhamdulillah semuanya muat dalam 1 angkot. Perjalanannya cukup jauh ditambah dengan kondisi beberapa jalan yang sedang tahap perbaikan sehingga ada sistem buka tutup.

#Touch down di Ciboleger

Sekitar jam 12 siang, akhirnya kami sampai di Ciboleger yaitu desa yang berbatasan langsung dengan daerah Baduy. Cukup ramai ternyata, bahkan ada 2 bus besar yang membawa siswa-siswi wajah-wajah indo yang dipandu oleh gurunya yang bule. Kayaknya mereka dari semacam sekolah internasional. Saya sedikit takjub, wah...anak-anak tipe mall juga wisatanya kesini yah! Selain itu di Ciboleger cukup ramai dengan orang Baduy, pakaiannya khas sekali dan mereka menawarkan tongkat kayu. Awalnya saya bingung itu tongkat kayu gunanya untuk apa trus mekanisme peminjamannya seperti apa atau apakah dijual? Dan terakhir saya baru tau kalau ternyata tongkat kayu itu dijual, murah kok,, hmm sekitar Rp 4000an kalau ga salah.

Foto bersama anak perempuan Baduy Luar

Dari Ciboleger kami beranjak ke atas, begitu memasuki gerbang "Selamat Datang di Kawasan Baduy" kami langsung disambut rumah-rumah Baduy luar yang masih tradisional. Rumah panggung rendah 1 tingkat yang terbuat dari bambu dan atap daun. Di setiap rumah selalu ada kerajinan yang dijual seperti kain tenun, gelang, gantungan kunci, gelas bambu dan lain-lain. Disana saya melihat perempuan-perempuan yang sedang menenun di teras depan rumahnya. Tidak begitu jauh berjalan yang ditemani gerimis akhirnya sampai di sebuah rumah Baduy Luar dan tak lama berselang gerimis berlanjut menjadi hujan cukup deras. Terselah lah hujan mau turun dulu, yang pasti kami mau melepas penat dan makan siang untuk persiapan perjalanan selanjutnya.



#Baduy Dalam, we are coming~

Alhamdulillah sekali, setelah selesai makan dan istirahat, hujan mulai sedikit reda. Kamipun melakukan persiapan seperti memakai jas hujan dan memastikan barang-barang sudah dimasukkan ke tas masing-masing. Saat itu ada beberapa anak Baduy yang menawarkan jasa porter, saya yang masih "lugu" ini, maksudnya yang masih gatau kalau akan menempuh perjalanan jauh hingga naik turun bukit, merasa kuat membawa tas sendiri dan menolak tawaran mereka, hhaa~ Sebelum berangkat, pemandu mengingatkan kami kembali untuk mengikuti peraturan dan menghormati adat istiadat di Baduy lalu perjalananpun diawali dengan doa bersama. Ditengah gerimis kami bersemangat masuk ke dalam hutan.

Leik, lumbung padi orang Baduy yang lokasinya berjauhan dengan rumah mereka

Di awal perjalanan, kita sering berhenti untuk berfoto-foto karena banyak sekali objek menarik seperti rumah Baduy Luar, jembatan bambu, sungai, lumbung padi dan pemandangan di atas bukit. Kondisi yang gerimis ditambah 2 teman lain yaitu Ecil dan mas Fitri membawa kamera mereka membuat saya malas mengeluarkan si Baby Pink (baca : kamera pink saya), kasihan nanti si baby pink basah, trus kebiasaan saya emang gitu, kalau ada yang bawa kamera SLR saya jadi males ngeluarin kamera. Karena pasti hasil foto mereka lebih bagus dan alasan yang paling kuat adalah saya lebih suka jadi objek foto daripada tukang foto.. hhaha . Ini aja bisa dihitung ada berapa foto yang diambil menggunakan kamera saya.

Tim Cilegon formasi lengkap : Ecil - Mas Fitri - Dila - Mas Timo



Dari semangat berfoto sampai udah cape berpose di depan kamera karena keringat udah kemana-mana dan senyum yang udah ga ikhlas tapi kok kita ga nyampai-nyampai juga yah. Saya sering bertanya pada Sapri, seorang pemuda Baduy Dalam yang menemani rombongan kami, "masih jauh ga?" dan jawabanya selalu "masih jauh". Padahal diawal saya sudah bertanya juga kepada Sapri, berapa kira-kira jarak yang akan ditempuh dan katanya sekitar 12 Km. Dan saya dengan songongnya menjawab "oh 12 Km yah, saya aja biasanya jogging pagi 7km dalam 1 jam, berarti ke Baduy Dalam cuma 2 jam yah" 

Saya tidak tau apakah dia berbohong atau bagaimana tapi ini udah lewat 2 jam tapi ga nyampe juga, mana udah mulai gelap. Dan jujur saya sudah merasa cape, terutama saat menghadapi pendakian yang terjal dan tanah yang basah dan licin sambil membawa tas yang berat.

Jalan yang harus ditempuh untuk mendaki bukit

"Aduh,, saya ngapain ikut trip ginian" dan perasaan menyesalpun mulai muncul, dulu saya kira ke Baduy Dalam cuma bentar dan dekat dari pintu masuk.Namun seketika saya juga mulai tertantang apalagi melihat rombongan lain yang juga ada wanitanya, melihat bocah Baduy Dalam yang mendaki tanpa rasa lelah padahal memikul tas yang berat, "saya pasti bisa, sudah sejauh ini dan tempat tujuan pasti sudah dekat".

Akhirnya saya benar-benar fokus ke depan, bahkan saya jalan sendiri karena tidak mau berlama-lama dan sungguh ingin mencapai tempat tujuan. Hampir jam 6 dan langit sudah semakin gelap, dari jauh saya melihat seperti kumpulan rumah, "itu yah?" "yah ternyata Leik (lumbung padi yang terpisah dengan pemukiman)" dan itu terjadi beberapa kali sampai saya hampir pasrah. Terus berjalan lalu menyeberangi sungai kecil dan akhirnya kami benar-benar sampai di kampung Baduy Dalam~ Alhamdulillah.

Bersambung...

xoxo dila
 
Photos taken by Me, Ecil, Mas Fitri & Teo
Date : 21 November 2015
Place : Baduy Dalam, Lebak, Banten
Read More